Enam Infrastruktur Migas Masuk Proyek Strategis Nasional

Print PDF

Jakarta, Presiden Joko Widodo pada tanggal 8 Januari 2016 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. dalam aturan ini, 6 proyek migas termasuk dalam proyek strategis nasional.

Dalam lampiran aturan tersebut, terdapat 225 proyek strategis nasional, di mana 6 diantaranya merupakan proyek migas yaitu Kilang Minyak Bontang yang berlokasi di Kalimantan Timur, Kilang Minyak Tuban (ekspansi) di Jawa Timur, upgrading kilang-kilang eksisting (RDMP) di Provinsi Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Kalimantan Timur.

Selain itu, pembangunan terminal LPG Banten kapasitas 1.000.000 ton per tahun di Provinsi Banten, pembangunan pipa gas Belawan-Sei Mankei kapasitas 75 MMSCFD dengan panjang 139,24 km di Provinsi Sumatera Utara dan pembangunan kilang mini LNG dan stasiun LNG-LNCG di Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Banten.

Dalam Perpres tersebut disebutkan, Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.

“Menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota memberikan perizinan dan non-perizinan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sesuai dengan kewenangannya,” bunyi Pasal 3 Perpres tersebut.

Selain itu Menteri atau kepala lembaga selaku Penanggung Jawab Proyek Strategis Nasional mengajukan penyelesaian perizinan dan nonperizinan yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sejak diundangkannya Peraturan Presiden ini.

Perizinan dan nonperizinan yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana dimaksud, yaitu: a. Penetapan Lokasi; b. Izin Lingkungan; c. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan; dan/atau d. Izin Mendirikan Bangunan.

Sementara Gubernur atau bupati/walikota selaku Penanggung Jawab Proyek Strategis Nasional di daerah memberikan perizinan dan nonperizinan yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sesuai kewenangannya sejak diundangkannya Peraturan Presiden ini.

Perizinan dan nonperizinan yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan Proyek Strategis Nasional sebagaimana dimaksud, yaitu: a. Penetapan Lokasi; b. Izin Lingkungan; dan/atau c. Izin Mendirikan Bangunan.

Adapun Badan Usaha selaku Penanggung Jawab Proyek Strategis Nasional, menurut Perpres ini, mengajukan izin prinsip untuk pelaksanaan Proyek Strategis Nasional kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melalui PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Pusat.

“Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melalui PTSP Pusat menerbitkan izin prinsip sebagaimana dimaksud, paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap dan benar,” bunyi Pasal 6 ayat (2) Perpres tersebut.

Dalam hal izin prinsip telah diberikan, Badan Usaha mengajukan penyelesaian perizinan dan nonperizinan yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan Proyek Strategis Nasional kepada PTSP Pusat, yaitu: a. Izin Lokasi; b. Izin Lingkungan; c. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan; d. Izin Mendirikan Bangunan; dan/atau e. Fasilitas fiskal dan non fiskal.

Selanjutnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal menerbitkan perizinan dan nonperizinan sebagaimana dimaksud, yang telah didelegasikan atau dilimpahkan oleh menteri atau kepala lembaga kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya dokumen perizinan secara lengkap dan benar kecuali yang diatur waktunya dalam undang-undang atau peraturan pemerintah.

Waktu penyelesaian perizinan dan nonperizinan sebagaimana dimaksud dikecualikan untuk: a. Izin Lingkungan yang diselesaikan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja; b. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; c. Nonperizinan untuk fasilitas perpajakan (Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai) paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja; atau d. yang diatur waktunya dalam undang-undang dan/atau peraturan pemerintah.

Menurut Perpres ini,pembangunan/konstruksi Proyek Strategis Nasional dapat dimulai setelah memperoleh perizinan paling kurang: a. Penetapan Lokasi atau Izin Lokasi; b. Izin Lingkungan; dan c. Izin Mendirikan Bangunan.

Sementara dalam hal percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional memerlukan perpanjangan waktu pelaksanaan pembangunan, menurut Perpres ini, proses pengurusan permohonan perpanjangan perizinan dan nonperizinan tidak boleh mempengaruhi jalannya pelaksanaan pembangunan.

Perpres ini juga menegaskan, Izin yang diberikan sebelum Peraturan Presiden ini diundangkan, tetap berlaku sepanjang kegiatan yang dilakukan sesuai dengan izin yang diberikan

Presiden juga menugaskan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melaporkan perkembangan pelaksanaan perizinan dan nonperizinan dalam rangka percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian setiap 3 (tiga) bulan sekali.

Selanjutnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan melaporkan kepada Presiden paling kurang 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu diperlukan. (TW) http://www.migas.esdm.go.id/