16 August 2021
|Jakarta, Pemerintah telah mencanangkan target produksi minyak sebesar 1 juta barel dan gas 12 BSCFD pada tahun 2030. Upaya untuk mencapainya, antara lain melalui percepatan penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) di lapangan-lapangan yang potensial.
"Waktu penerapan EOR perlu dipercepat. Harapannya EOR ini bisa berkontribusi signifikan di tahun 2030," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji ketika tampil sebagai pembicara dalam webinar yang diadakan oleh IPB, Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), Petrokimia Gresik dan Komunitas Migas Indonesia (KMI), Sabtu (14/8).
Percepatan penerapan EOR dilakukan dengan dua strategi. Pertama, penyederhanan timeline proyek EOR yaitu melaksanakan lab analysis bersamaan dengan pilot test pada skala sumuran sebagai kegiatan tahap reservoir description. Cara ini mempersingkat timeline EOR dari 8 tahun menjadi hanya 4-5 tahun.
Strategi kedua, road map well to well EOR menuju Field Scale EOR yang dimulai dengan injeksi sumuran/well field trials secara bertahap hingga tujuan akhir berupa full field scale EOR implementation, dengan fokus kepada mempelajari teknis implementasi dan konsiderasi non-teknis dengan skala sumuran dan Pre-conditioning lapangan untuk menuju EOR full-field scale.
Salah satu lapangan yang telah menggunakan teknologi EOR adalah Lapangan Duri di Wilayah Kerja Rokan dengan teknologi injeksi uap (steam flood), membuat produksi dari lapangan tersebut lebih banyak dibandingkan lapangan konvensional. Diperkirakan produksi dari lapangan ini akan berkontribusi besar pada tahun 2030.
Selain di Lapangan Duri, kegiatan EOR yang tengah field trial adalah di Lapangan Tanjung (PEP) dengan menggunakan polymer injection.
Sementara kegiatan EOR yang telah field trial namun on hold untuk full field scale adalah Lapangan Kaji (Medco EP Rimau) dengan menggunakan surfactant polymer injection dan Lapangan Minas (PHR) dengan menggunakan alkaline surfactant polymer injection.
Teknologi EOR rencananya juga akan dilakukan pada 2020-2021 di Lapangan Gemah (Petrochina Jabung) dan Lapangan Jatibarang (PEP). Keduanya menggunakan CO2 injection. Selain itu, Lapangan Tanjung (PEP) dengan menggunakan surfactant dan Lapangan Sukowati (PEP) di mana saat ini masih dalam tahap studi subsurface dan lab.
Untuk mendukung kelancaran penerapan EOR, menurut Tutuka, Pemerintah meminta PT Pertamina membentuk task force yang bertugas memonitor dan melakukan perencanaan dalam implementasi EOR.
Dia melanjutkan, Pemerintah mendorong pelaksanaan EOR dilakukan lebih masif, antara lain menggunakan surfactant yang memiliki sejumlah keunggulan. Namun demikian, salah satu kendala dalam penggunaan surfactant adalah faktor harga yang dapat mempengaruhi keekonomian pelaksanaan teknologi EOR.
"Kalau kita di Indonesia berhasil membuat surfactant dan harganya ekonomis untuk penerapan EOR, saya optimis proyek ini bisa berjalan," katanya. (TW)
Sumber : migas.esdm.go.id/